Silke Behl, seorang kurator pertemuan penyair internasional
menyatakan heran karena baru pertama kali melihat pembacaan puisi di
toko emas.
Hari kedua perjalanan puluhan penyair dari berbagai
negara termasuk di antara mereka berasal dari sejumlah daerah di
Indonesia, ke Candi Borobudur dan sekitarnya, mengagendakan audiensi
dengan petinggi Pemerintah Kota Magelang dan pengusaha setempat.
Mereka
adalah bagian dari para penyair yang mengikuti pembacaan puisi melalui
kegiatan bernama "Forum Penyair Internasional-Indonesia (FPII) 2012" di
empat kota di Indonesia.
Empat kota itu adalah Candi Borobudur,
Magelang (1-3 April 2012), Pekalongan (4-6 April), Malang (7-9 April),
dan Surabaya (10-12 April). Jumlah seluruh penyair sebanyak 42 orang.
Mereka
terdiri atas 17 penyair mancanegara antara lain berasal dari Jerman,
India, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Zimbabwe, Belanda, Denmark,
Islandia, Australia, Selandia Baru, dan Makedonia.
Sebanyak 25
penyair lainnya berasal dari sejumlah kota di Indonesia seperti Bali,
Madura, Bekasi, Yogyakarta, Surabaya, Ngawi, Jakarta, Rembang, Malang,
Tangerang, Depok, Makassar, Bandung, dan Papua.
Kurator karya
puisi mereka yang beragam makna itu adalah Afrizal Malna dan Saut
Situmorang (Indonesia), Michael Augustin dan Silke Behl (Jerman), serta
Indra Wussow (Afrika Selatan).
Siang selepas pukul 12.00 WIB itu,
kendaraan melaju tersendat di jalan utama sepanjang tak lebih dari satu
kilometer di tengah kota kecil yang dikenal dengan sebutan kawasan pusat
pertokoan "Pecinan" Kota Magelang. Arus kendaraan yang melaju merambat,
tak lazim ditemui sehari-hari di kota itu.
Beberapa petugas
kepolisian menghentikan laju kendaraan para pelintas jalan itu, ketika
para penyair menyeberanginya untuk menuju Toko Emas "Mahkota Gold".
Toko
emas di dekat lampu pengatur lalu lintas, di ujung Jalan Pemuda
"Pecinan" Kota Magelang itu, dikelola oleh warga keturunan Tionghoa di
daerah itu, Ham Kwan (Slamet Santoso).
Puluhan siswa taman
kanak-kanak dari salah satu sekolah swasta setempat dengan wajah riang
melambai-lambaikan bendera Merah Putih ukuran kecil.
Anak-anak
tersebut menyambut para penyair dunia yang telah menyeberangi jalan
tersebut, sebelum mereka masuk ke salah satu di antara delapan cabang
toko emas yang tersebar baik di Kota maupun Kabupaten Magelang.
Di
depan salah satu etalase toko emas dan berlian yang pertama dibuka pada
1918 oleh kakek buyut Ham Kwan itu, duduk berderet antara lain Wakil
Wali Kota Magelang Djoko Prasetyo, Ketua DPRD Hasan Suryoyudho,
Sekretaris Daerah Soegiharto, budayawan Soetrisman, Ketua Penyelenggara
FPII 2012 Magelang Dorothea Rosa Herliany, dan Silke Behl yang juga
Direktur Rumah Sastra Bremen, Jerman.
Cahaya listrik dari berbagai
lampu hias gantung dan lampu lainnya yang menempel di plafon toko
membuat suasana menjadi terang benderang sebagaimana umumnya toko emas.
Para
pegawai toko itu dengan pakaian seragam rapi, tetap berjaga di setiap
etalase, melayani masyarakat baik yang hendak membeli perhiasan maupun
sekadar nonton aneka barang terbuat dari logam mulia itu.
Tiga
siswa SMP Negeri 1 Kota Magelang masing-masing Yosi Dewandari, Wanto
Triyani, dan Wahyu Arjono, didampingi seorang guru mereka Rahayu
Srihastuti, berdiri menghadap para penyair itu untuk secara bergantian
membacakan tiga puisi berbahasa Indonesia, Jawa, dan Inggris.
Yosi
membaca puisi berjudul "Magelang Kota Sejuta Bunga" (karya Kautsar
Dhali), Wahyu puisi "Magelang Kuthaku" (Rizky), dan Triyano puisi
"Precious Little World" (Uliya Ita Rahmita).
"’Kutha Magelangku,
ora ono tandingane, tansah ayem tentrem, apik budi pekertine. Sumeh uga
ramah masyarakate, endah lan resik lingkungane".
"Jalaran wali
kota lan masyarakate pada tulung tinulung. Ulur tangan kanggo ngrumat
kampung halaman, Kutha Magelangku. Tanpa pandang gedhe cilik, enom tua,
sugih mlarat. Anyengkuyung bebarengan, gawe kutha idaman’," demikian
sepenggal puisi berbahasa Jawa berjudul "Magelang Kuthaku" yang dibaca
Wahyu.
Penyair berasal dari Afrika Selatan, Mbali Bloom, menyusul
tiga pelajar itu, membacakan puisi pendek berjudul "I Forgive My Fears".
"’I
have felt the fear. I have lived in fear now it is my time. If fear
wants to come with me on this journey then I’m not holding her hand. She
can walk beside me if she’s brave, but she must keep up, because I’m
walking fast into the light, and i might yes I might just, leave her
behind’," demikian puisinya.
Puisi itu diterjemahkan ke bahasa
Indonesia oleh Duddy Anggawi dan Mikael Johani menjadi "Maafkan
Kecemasanku" dan masuk buku "What’s Poetry?", buku antologi puisi
setebal 500 halaman dalam beberapa bahasa seperti Indonesia dan Inggris.
"What’s Poetry" adalah tema besar FPII 2012 di empat kota di Indonesia.
"Aku
rasakan ketakutan. Kini aku hidup dalam ketakutan ini saatnya. Jika
ketakutan mau ikut bersamaku dalam perjalanan, maka takkan kugenggam
tangannya. Dia bisa jalan di sampingku jika dia berani, tapi dia harus
siap sedia, sebab aku berjalan dengan cepat menuju cahaya, dan aku bisa,
ya aku bisa tiba-tiba, tinggalkan dia," demikian puisi terjemahan itu.
Dua
penyair lainnya masing-masing Ulrike Draesner (Jerman) dan Sarah
Holland-Batt (Australia) membacakan karya masing-masing di dalam toko
yang telah dikelola oleh tiga generasi, warga keturunan Tionghoa di Kota
Magelang itu.
Penyair berumur 66 tahun dari Madura, Jawa Timur,
D. Zawawi Amron, menyuguhkan dua puisinya, masing-masing berjudul "Ibu"
dan "Magelang Cintaku".
"Magelang cintaku, Magelang senyummu.
Jejak kutinggalkan di sini, tapi senyummu kubawa pergi," demikian puisi
pendek "Magelang Cintaku", karya spontannya.
Silke mengungkapkan
gembira hatinya karena kehadirannya bersama para penyair ke daerah itu
mendapat sambutan secara terbuka dan menyenangkan.
Para penyair
dunia, katanya, mengalami pertemuan dengan banyak kebudayaan di
Magelang, dengan masyarakat yang terbuka untuk sastra, seni, dan budaya.
"Kemarin
di pondok pesantren bertemu dengan para santri, di seminari dengan para
siswa, tadi ke Museum OHD, dan dua hari ini membaca puisi di Candi
Borobudur. Saya juga heran karena belum pernah baca puisi di toko emas
dan melihat banyak penyair di toko emas," katanya.
Ham Kwan
mengatakan, pembacaan puisi oleh penyair dunia di tokonya bukan
semata-mata untuk pengembangan promosi usaha keluarganya yang sudah
turun temurun di kota kecil dengan tiga kecamatan dan 17 kelurahan itu.
Namun,
katanya, terutama untuk menyebarluaskan informasi tentang khasanah
budaya dan potensi Magelang lainnya kepada masyarakat internasional
melalui para penyair tersebut.
"Mungkin ini pertama kali pembacaan
puisi di toko emas sehingga menarik, karena emas memang unik dan puisi
juga menarik," katanya.
Pembacaan puisi di toko emas menjadikan
suasana hati penyimaknya meraih sensasi unik. Mungkin karena kemilau
dari aura perhiasan emas itu diterpa untaian kata-kata puitis.
www.pulogadingcity.blogspot.com