EDUKASI
SMKN 1 Pelabuhan Ratu, Lulusannya Diburu Perusahaan
Siswa SMKN 1 Palabuhanratu bersama guru pembimbing mereka di
salah satu kapal di Dermaga Palabuhanratu, Sukabumi, Kamis (15/3).
Lulusan SMKN ini banyak dicari perusahaan pelayaran luar negeri untuk
magang selama tiga tahun.
Fasilitas
sekolah berbasis keahlian kelautan dan pelayaran yang minim tidak
membuat SMKN 1 Palabuhanratu di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,
menghasilkan lulusan yang asal-asalan. Buktinya, sejak tahun 1999
hingga
kini, lulusan SMKN 1 Palabuhanratu diburu perusahaan luar negeri.
Lulusan
sekolah ini terutama ditawari bekerja di kapal perikanan, mulai sebagai
nakhoda, anak buah kapal, teknisi, hingga pengolahan ikan.
Bahkan,
lulusan SMKN 1 Palabuhanratu yang bekerja di Jepang dipuji. Sebab,
lulusan sekolah ini dinilai memiliki kesiapan fisik dan mental yang
dibutuhkan perusahaan perkapalan perikanan di Jepang. Sejak tahun 1999,
pengiriman lulusan SMKN 1 Palabuhanratu untuk bekerja di perusahaan
perkapalan perikanan di Jepang terus berlanjut.
”Permintaan
terhadap lulusan sekolah kami bukan saja dari Jepang. Tawaran kerja
dari perusahaan di Korea Selatan dan Taiwan mulai berdatangan.
Perusahaan tidak melirik yang sudah lulus saja, tetapi juga yang mau
praktik kerja industri,” kata Ade Santana, Kepala SMKN 1 Palabuhanratu.
Perusahaan pengolahan ikan dari Taiwan meminta 50 lulusan tiap tahun.
Meski
sekolah hanya memiliki satu kapal kayu sebagai kapal latih, yang kini
rusak berat, sekolah tetap berusaha membekali siswa dengan pengetahuan
soal perkapalan, pelayaran, dan kelautan. Fasilitas bengkel dan
laboratorium juga tidak memenuhi standar. Kesempatan praktik industri di
kelas dua selama minimal tiga bulan di sekitar Palabuhanratu hingga
Bali, Ambon, atau Sorong menjadi ajang belajar siswa tentang pekerjaan
di laut.
Dapat uang
Dalam
masa praktik kerja industri yang berlangsung 3 bulan sampai 9 bulan,
siswa dibayar. Kesempatan magang ini menjadi jalan keluar bagi siswa
tidak mampu mendapat tambahan uang untuk membayar uang sekolah atau
menabung untuk persiapan kerja ke luar negeri.
Siswa
dibimbing oleh sejumlah guru honor yang berpengalaman kerja di kapal
perikanan di Jepang. Hal ini yang membuat siswa SMKN 1 Palabuhanratu
mampu menjadi pelaut ulung di tengah keterbatasan sarana dan prasarana
sekolah.
Sekolah
kelautan/pelayaran yang berlokasi tak jauh dari pelabuhan ikan
Palabuhanratu ini mengalami nasib hampir sama dengan sekolah pertanian,
yaitu tak dilirik anak-anak muda. Ditambah lagi, keberpihakan pemerintah
terhadap kelautan tak maksimal. Akibatnya, peluang kerja terbuka lebar
di negeri orang lain.
Ade
menjelaskan, awal Januari, perusahaan luar negeri sudah berdatangan ke
sekolah untuk menyeleksi siswa. Seleksi berikutnya dilakukan seusai
siswa ujian, sekitar Mei. ”Tiap tahun lebih dari 30 siswa terpilih
bekerja di perusahaan perkapalan perikanan di Jepang. Tadinya,
perusahaan ini memercayakan penyeleksian kepada guru. Tetapi, kami
meminta menyeleksi sendiri supaya bisa memilih siswa yang pas,” kata
Ade.
Bekerja di tengah
laut selama tiga tahun memang tidak mudah. Untuk itu, siswa dibiasakan
dengan pendidikan disiplin yang kuat atau semimiliter.
Setiap
hari, digelar upacara yang diselingi kegiatan fisik selama dua kali
pada pagi dan siang hari. Pada sore hari, ada kegiatan ekstrakurikuler
siswa.
”Dari awal, siswa sudah
disiapkan untuk menghadapi dunia kerja di laut yang butuh kedisiplinan
serta kekuatan mental dan fisik. Buahnya, siswa kami terus dipakai oleh
perusahaan luar untuk ikut praktik kerja,” ujar Ade.
Anggun
Gusnawan, guru honor bahasa Jepang dan bagian kesiswaan, mengatakan,
para siswa dibekali dengan pendidikan karakter untuk bekal bekerja
nanti. Apalagi ada anggapan miring masyarakat soal pekerja di laut yang
sering tergoda dalam kegiatan negatif perjudian, mabuk, dan hubungan
seks bebas.
”Kami
bekali siswa agar bisa punya benteng iman yang kuat. Saya motivasi siswa
supaya memakai kesempatan kerja di luar negeri itu untuk belajar dan
menyiapkan bekal hidup di Indonesia nanti. Jadi bukan untuk hura-hura
sehingga gaji amblas,” ujar Anggun yang pernah menjalani ikatan kerja
selama tiga tahun di kapal Jepang.
Menurut
Anggun, tenaga kerja asal Indonesia disukai karena mudah menyesuaikan
diri dengan masyarakat Jepang. Jika tenaga kerja Indonesia terus
menunjukkan kemampuan yang baik, ke depan Indonesia harus punya daya
tawar yang baik dalam hal penggajian dan fasilitas kerja.
Sertifikat internasional
Mengenyam
pendidikan di SMK yang berbasis keahlian pelayaran/kelautan tidak hanya
butuh ijazah yang didapat jika lulus ujian nasional. Ada sertifikat
internasional yang mesti dipunyai siswa supaya bisa bekerja hingga ke
luar negeri.
Siswa
dengan program keahlian nautika kapal penangkap ikan, nautika kapal
niaga, dan teknika perikanan laut (bagian mesin) sejak di kelas dua
sudah harus punya buku pelaut sebagai surat izin siswa berlayar. Buku
pelaut ini dibutuhkan supaya siswa di kelas dua bisa menjalankan praktik
kerja industri di perusahaan pelayaran niaga atau perikanan.
Di
kelas tiga, siswa harus mengambil ujian ahli nautika kapal penangkap
iklan (Ankapin 2) untuk siswa program keahlian nautika kapal ikan serta
ahli teknika kapal ikan (Atkapin 2) untuk program keahlian teknika
perikanan. Siswa program keahlian pengolahan hasil laut perlu sertifikat
hazard analysis and critical control point untuk unit pengolahan ikan.
Siswa
yang direkrut kerja di kapal perikanan mendapat gaji 170 dollar AS-190
dollar AS per bulan di luar biaya lain, termasuk uang lembur. Gaji
meningkat seiring lamanya bekerja. Kontrak kerja berlaku selama tiga
tahun.
Di sekolah ini,
siswa dari program teknologi pengolahan hasil perikanan diajari membuat
beragam produk makanan dari bahan dasar hasil laut untuk menambah nilai
jual. Dengan peralatan kerja yang sederhana, siswa mengolah ikan dari
sekitar Palabuhanratu menjadi abon ikan, bakso, nugget, sosis, dan
burger. Namun, produksi tidak rutin karena terkendala fasilitas kerja
dan kemampuan guru.
Awalnya,
tak banyak siswa sekitar Palabuhanratu yang melirik SMK berbasis
keahlian pelayaran/kelautan ini. Masyarakat yang umumnya nelayan
menganggap tak perlu pendidikan khusus untuk bekerja di laut. Namun,
peluang kerja bagi lulusan perlahan mengubah sikap masyarakat. Kini, 70
persen siswa berasal dari sekitar Palabuhanratu. Keinginan mengubah masa
depan keluarga lewat pendidikan menguat. Siswa sekolah kini tercatat
berjumlah 380 orang.
Sekolah berencana membuka program keahlian budidaya rumput laut. Potensi rumput laut cukup menjanjikan.
Sekolah
juga butuh dukungan pemerintah daerah dan pusat karena biaya sekolah
siswa Rp 100.000 per bulan saja tak sampai 50 persen siswa yang mampu
membayar. Padahal, sekolah perlu membangun bengkel dan biaya operasional
kapal untuk praktik siswa.
www.pulogadingcity.blogspot.com