OASE
Klimaks Bantahan Piramida Jawa Barat
Gunung Sadahurip yang diduga terdapat bangunan Piramida di Desa Sukahurip, Pangatikan, Garut, Jabar.
HEADLINE NEWS— Bantahan
tentang keberadaan piramida di dalam Gunung Padang dan Gunung Sadahurip
Jawa Barat "mencapai titik klimaks" di Gedung Pusat Arkeologi Nasional
Jakarta.
Pada Kamis (29/3/2012) sejumlah arkeolog, geolog,
vulkanolog, astronom, bahkan speleolog (ahli gua) serta berbagai pakar
disiplin ilmu lain bertemu Pusat Arkeologi Nasional untuk berdiskusi
sekaligus mempertanyakan metode dan hasil penelitian Tim Peneliti
Bencana Katastropik Purba yang dilansir pada akhir 2011.
Tim
Katastropik yang beranggotakan Danny Hilman dan Andang Bachtiar itu
menduga, terdapat bangunan menyerupai piramida di dalam Gunung Padang
dan Gunung Sadahurip. Dugaan tersebut berdasarkan hasil penelitian
mereka dengan mengebor dan melakukan pemetaan geolistrik ke dalam
gunung.
Pada awal Maret 2012, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan
Sosial dan Bencana Alam, Andi Arif, yang membawahi Tim Katastropik
kemudian menggalang dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk
melanjutkan penelitian dengan tujuan menelusuri peristiwa alam yang
mampu melenyapkan peradaban manusia.
Arkeolog Universitas Gadjah
Mada, Daud Aris Tanudirjo, mengatakan, terlalu awal untuk menyatakan
keberadaan piramida di dalam Gunung Padang.
"Tapi, kalau bangunan kuno yaitu punden berundak di atas gunung itu memang benar," kata Daud.
Daud
meragukan pemakaian bor dalam proses penelitian Tim Katastropik karena
hasil penelitian arkeologis dengan metode penggalian pun terkadang masih
meleset. "Sampel karbon dari tanah yang diambil dengan dibor, kemudian
dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Tapi, apakah karbon itu terkait
betul dengan bangunannya atau tidak? Itu belum diketahui," kata Daud.
Bantahan
Daud diperkuat oleh pakar geologi gunung api Badan Geologi Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Sutikno Bronto, yang menjelaskan bahwa
Gunung Padang merupakan salah satu leher lava gunung api purba dengan
struktur kekar kolom.
"Struktur kekar kolom itu sudah roboh dan
berserakan, kemudian ditata oleh manusia masa lalu sebagai punden
berundak untuk lokasi pemujaan," kata Sutikno.
Sutikno
menambahkan, bentuk batuan beku berstruktur kolom dan pelat dari
terobosan semi-gunung api pada Gunung Padang dapat menyerupai piramida
terpendam.
"Sebaiknya informasi tentang adanya bangunan piramida cukup sebagai cerita fiksi penambah daya tarik wisata alam," kata Sutikno.
Terkait
bangunan punden berundak yang disebutkan Daud dan Sutikno, Peneliti
Senior Pusat Arkeologi Nasional, Truman Simanjutak, mengatakan, situs
itu sudah lama dikenal sebagai bangunan megalitik yang diperkirakan ada
sekitar 500 tahun Sebelum Masehi atau Masa Perundagian.
"Balok-balok
batu prismatik itu memang disusun manusia. Jadi, (balok batu) itu
diambil dari bawah dan dibawa ke atas untuk dibangun tempat-tempat
persembahan," kata Truman.
Truman mengatakan, proses pembentukan
batu kekar kolom di Gunung Padang memang alamiah, sedangkan bukti campur
tangan manusia pada Situs Gunung Putri dapat diketahui dari adanya
pengunci pada batu agar struktur bangunan tetap kokoh.
"Ya mungkin
sudah ada kota di sekitar (situs) itu karena ada ribuan balok batu.
Untuk membawa balok ke atas (gunung) dan membangunnya, tentunya
dibutuhkan banyak orang. Artinya, sudah ada masyarakat dengan populasi
padat di sekitar itu," kata Truman.
Sementara Danny Hilman, yang
juga hadir dalam diskusi di Pusat Arkeologi Nasional itu, enggan memberi
tanggapan tentang batahan terhadap temuan penelitian Tim Katastropik.
"Iya itu... kan moderator bilang seperti itu," jawab Denny ketika ditanya apakah akan ada penelitian lanjutan di Gunung Padang.
Meskipun
penelitian Tim Katastropik mendapat banyak bantahan, anggota Ikatan
Ahli Arkeologi Indonesia, Yunus Satrio Atmojo, mengatakan, pernyataan
piramida di Gunung Padang oleh Andi Arif di sejumlah media massa
nasional merupakan pernyataan hipotesis yang memerlukan penelitian
lanjutan.
"Kami juga ingin sampaikan kepada publik agar tidak
terburu-buru mengaitkan Indonesia dengan Mesir. Semua yang
diinformasikan kepada publik harus bisa diverifikasi," kata Yunus.
Penelitian arkeologi, menurut Yunus, memang memerlukan dukungan disiplin ilmu lain seperti geologi.
"Para
geolog membicarakan temuan ribuan tahun lalu, sedangkan arkeolog
bicaranya ratusan tahun. Arkeolog melihat benda-benda temuan yang
(pernah) dipakai ( manusia), kalau tidak ada sisanya baru disepakati
kemungkinan struktur geologi," kata Yunus.
Di sisi lain,
perdebatan para ilmuwan tentang keberadaan piramida di bawah Situs
Gunung Padang yang muncul di media massa justru berkontribusi positif
terhadap pariwisata Cianjur.
"Sebelum muncul pemberitaan tentang
Situs Gunung Padang, jumlah pengunjung yang tercatat sekitar dua hingga
tiga ribu orang dalam sebulan," kata Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata
Kabupaten Cianjur, Imam Haris.
Imam mengatakan, peningkatan
pengunjung terjadi pada Februari hingga Maret 2012 dengan rata-rata
kunjungan hingga 3.000 orang setiap minggunya.
www.pulogadingcity.blogspot.com
www.pulogadingcity.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar