EDUKASI
Ketika Siswa Dikenalkan soal Istri Simpanan, Golok, dan Seks....
HEADLINE NEWS — Masih hangat cerita tentang "istri simpanan" pada judul "Bang Maman dari Kali Pasir" yang termuat dalam Lembar Kerja Siswa Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta sebagai muatan lokal untuk siswa kelas II SD di Jakarta, materi pembelajaran lain tampaknya juga kebablasan.
Apakah bahan ajar siswa untuk kalangan siswa SD saat ini semakin jauh
dari etika dan budi pekerti sehingga kekerasan dan daya tarik seks perlu
masuk di dalamnya?
Saya jadi bertanya, apakah cerita semacam ini pantas
untuk diberikan kepada siswa di kelas I SD, khususnya dilihat dari
isinya?
-- Dhitta Puti Sarasvati
Materi lain yang kebablasan itu dituturkan oleh Dhitta Puti Sarasvati setelah
ia sendiri menulis dalam blog miliknya. Direktur Riset dan Pengembangan
Program Ikatan Guru Indonesia (Direktur Riset dan Pengembangan IGI)
yang akrab disapa Puti ini menuturkan, keponakannya yang masih kelas I
SD mendapatkan pekerjaan rumah (PR) untuk pelajaran Pendidikan
Lingkungan dan Budaya Jakarta (muatan lokal di DKI Jakarta). Tugasnya
adalah menyalin sebuah cerita mengenai "Si Angkri", yang diambil dari
buku lembar kerja siswa (LKS) tersebut.
Puti pun seketika
heran. Saat membaca ceritanya, tertulis kisah mengenai cara mengalahkan
musuh menggunakan golok. Bahkan, keheranan itu semakin menjadi ketika
di dalam cerita disebutkan pula cara menjebak musuh menggunakan jasa
seorang perempuan cantik.
"Saya jadi bertanya, apakah cerita
semacam ini pantas untuk diberikan kepada siswa di kelas I SD, khususnya
dilihat dari isinya. Ceritanya juga sangat panjang. Apakah memang
anak-anak kelas I SD sekarang perlu diberikan cerita yang sangat panjang
seperti ini?" kata Puti.
Simak lampiran kisah "Si Angkri" di bawah ini:
Mengenal Cerita Si Angkri
Pada
zaman dahulu terdapat sebuah pelabuhan di Batavia. Pelabuhan tersebut
bernama pasar ikan. Daerah tersebut sangat ramai. Banyak kapal yang
berlabuh di sana dari berbagai penjuru dunia.
Di pasar
ikan, hiduplah seorang pemuda bernama Angkri. Angkri adalah pemimpin
dari kelompok pemuda di daerah tersebut. Angkri adalah anak yang kaya
dari peninggalan orang tuanya yang kaya. Di antara temannya, ada yang
bernama Bay dan Midun. Mereka sering mengganggu penduduk dan memeras
pedagang di sana.
Angkri selalu berpakaian hitam serta
ikat kepala hitam dan di pinggang Angkri terselip golok. Kelompok Angkri
ditakuti penduduk.
Angkri anak tunggal. Orang tua
Angkri sangat kaya. Banyak harta warisan yang ditinggalkan sejak kedua
orang tuanya meninggal. Suatu hari, Angkri melihat sawahnya yang luas
menjelang panen. Karena takut nanti panennya dicuri, Angkri meminta
tolong Bek Asan untuk menjadi pengawas dalam menjaga panen di sawahnya.
Tetapi, Bek Asan menolak karena sudah banyak wilayah kekuasaannya.
Angkri
tersinggung dengan penolakan Bek Asan, lalu Angkri bergegas
meninggalkan Bek Asan menuju rumah Tabrani. Angkri kembali meminta
Tabrani untuk menjadi bek. Tugasnya menjaga sawah dari pencuri dan rampok hasil panen.
Rupanya,
Angkri masih menaruh dendam atas penolakan Bek Asan. Lalu, Angkri pergi
ke rumah Bendot, temannya berjudi. Kali ini, Angkri berniat jahat. Dia
ingin membunuh Bek Asan lewat perantara Bendot.
Bendot menyetujui permintaan Angkri, dengan persyaratan bayaran satu ekor kerbau. Angkri pun bersedia membayar.
Bendot
lebih licik. Sebagian uang bayarannya digunakan untuk membayar orang
suruhan lagi, yaitu Anit dan Kusen, dan sebagian lagi untuk berjudi.
Anit dan Kusen setuju tawaran Bendot untuk membunuh Bek Asan. Keduanya segera pergi mencari Bek Asan.
Setibanya
di rumah Bek Asan, Anit dan Kusen dicegat Mandor Tabah. Terjadi cek-cok
mulut antara Anit dan Kusen dengan Mandor Tabah. Karena tidak ada yang
mengalah, mereka bertiga berkelahi.
Anit dan Kusen
berhasil dilumpuhkan Mandor Tabah dengan sabetan golok dan berhasil
menangkap keduanya. Saat itu, Bek Asan keluar rumah. Didapatinya Anit
dan Kusen yang terkulai berlumuran darah, lalu dibawa Bek Asan ke
gurunya. Di sana mereka berdua disidang. Anit dan Kusen mengaku niatnya
untuk membunuh Bek Asan atas suruhan Bendot.
Bek Asan
memerintahkan anak buahnya untuk mencari Bendot dan membawanya. Tak lama
kemudian, Bendot digelandang ke rumah Bek Asan. Di sana Bendot
ditemukan dengan Anit dan Kusen.
Sambil minta maaf,
Bendot mengaku bahwa keinginannya atas permintaan Angkri. Guru Bek Asan
memerintahkan anak buahnya untuk mengelabui Angkri yang suka berjudi dan
pemabuk. Angkri dipancing dengan perempuan cantik yang berpura-pura
mencuci di sungai dekat sawah dan rumah Angkri.
Benar
juga. Angkri melihat gadis itu tertarik, lalu mendekati dan merayunya.
Si gadis mengajak Angkri main ke rumahnya. Angkri mengikuti ajakan gadis
itu. Tanpa disadari, di tengah jalan, Angkri dicegat rombongannya Bek
Asan dan Mandor Tabah. Angkri dipertemukan suruhannya, Anit, Kusen, dan
Bendot.
Angkri terkejut melihat ketiga suruhannya kalah.
Tanpa banyak tanya lagi, Bek Asan menyuruh Mandor Tabah menghadapi
Angkri. Angkri meminta maaf, dan siap menerima hukuman apa saja yang
akan diberikan padanya. Bek Asan membawa Angkri, Anit, Kusen, dan Bendot
ke kantor polisi untuk meminta pengadilan atas perbuatan mereka
berempat.
Cerita ini dikutip dari halaman 88-91 pada
Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta. Buku
ini diterbitkan oleh CV Alam Sakti Persada Global Jakarta Timur.
Disebutkan bahwa cerita dalam buku ini sudah berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Muatan Lokal DKI Jakarta
Jilid 1 untuk Kelas I SD. www.pulogadingcity.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar